Contoh-Contoh Tari Tradisional Klasik di Indonesia

Tari tradisional klasik adalah tarian tradisional keraton Jawa, yang dibawakan dalam upacara adat dan upacara keraton. Jenis tari klasik antara lain seperti tari Bondan, Pacarena, dan tari Yogyakarta. Tarian daerah semacam ini sebenarnya tidak boleh diubah geraknya, apalagi karena alasan waktu.

Tergantung pada arah dan perannya, tarian tradisional klasik ditujukan untuk menyambut tamu dan disajikan sebagai pelantikan pemimpin keraton (raja). Sebenarnya pengertian tarian tradisional klasik hampir sama dengan jenis tari daerah lainnya, hanya saja berbeda asal, gerak, dan tujuan pelaksanaannya.

Contoh-Contoh Tari Tradisional Klasik

1. Tarian Dolalak

Seni tari klasik ini berasal dari Purworejo di Jawa Tengah dan konon merupakan warisan Belanda. Awalnya, musik Tarian Dolalak hanya menggunakan dua suara dasar, “DO” dan “LA”. Di properti yang digunakan, penari berpakaian dan berpakaian seperti tentara, sejarah tentara Belanda beristirahat pada saat itu, masih berpakaian seperti tentara dan menari selama pesta.

Selain itu, penduduk setempat mulai menirunya dan menjualnya sebagai tarian tradisional. Tarian Dolalak hanya muncul sebagai seni tari yang melingkupi penduduk pada acara-acara peringatan tertentu seperti Syukuran, Khitanan, dan beberapa acara komunitas lainnya yang bertujuan untuk menyemangatinya.

2. Tarian Gambir Anom

Tari Gambir Anom tergolong tarian klasik Indonesia dan berasal dari Surakarta di Jawa Tengah. Seni tari sebagai kebanggaan masyarakat solo sudah ada sejak zaman samurai Surakarta. Dalam gerak yang dimainkan, Tari Gambir Anom memiliki jenis skema lantai, yaitu jenis gerak sejajar atau tunggal. Dalam pertunjukannya, Tari Gambir Anom memakai properti yang Salah satunya adalah pakaian lengkap seperti wayang, sunpool dan selendang.

3. Tarian Bedhaya Ketawang

Tarian Bedhaya Ketawang adalah salah satu jenis tari klasik yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Perbedaan antara tari Bondan dan tari Bedhayatawan adalah maknanya, dan tarian klasik ini bertujuan untuk mengangkat seorang raja dan mengangkat status pujangga Istana Selatan di Surakarta.

Dalam gerakan Tari Bedhaya Ketawang disebutkan kapang-kapang pada posisi “ngiting”” jari. Properti yang digunakan dalam tarian ini antara lain selendang, jaric dan mahkota kecil. Oleh karena itu, penari terlihat seperti seorang putri di istana.

4. Tari Bondan

Tari Bondan juga merupakan contoh tari tradisional klasik Surakarta di Jawa Tengah. Dalam pertunjukannya, tarian ini dibawakan oleh seorang wanita bernama Bunga Dusun, yang tujuannya untuk menunjukkan kepribadian mereka yang sebenarnya.

Seperti makna yang terkandung dalam Tari Bondan, yaitu untuk memvisualisasikan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Dengan kata lain, masih kekurangan perempuan yang berpenampilan cantik, sehingga ia harus bisa mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dalam pertunjukannya, penari Bondan menggunakan properti yang terdiri dari payung kertas, boneka gendong, dan Kendi.

5. Tari Pakarena

Tari Pakarena sebagai salah satu contoh tari klasik yang berasal dari Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Gandran dan Puikupuik yang merupakan alat musik tradisional khas Sulawesi Selatan berperan mengiringi tarian ini dalam setiap pertunjukannya. Tari Pakarena sendiri sudah ada sejak zaman Kerajaan Gantarang Lala Bata yang menduduki kabupaten Gowa saat itu. Umumnya, tarian ini dibagi menjadi empat anggota wanita.

Dalam setiap pementasannya, properti yang digunakan dalam Tari Pakarena terdiri dari baju gamis, salon, selendang, dan kipas angin. Saat ini, contoh tarian klasik Indonesia ini disajikan sebagai tarian penghormatan kepada para dewa. Namun dengan adanya perubahan tersebut, Tari Pakarena berubah fungsi menjadi hiburan daerah.

6. Tarian Kuda Lumping

Tarian Kuda Lamping asal-muasalnya dari Ponorogo di Jawa Tengah. Dikenal dengan nama Jalan Kepan atau Jatilan, tarian ini merupakan tarian sekelompok pendekar berkuda di medan perang. Penari Kuda yang kesurupan sering melakukan berbagai atraksi unik, seperti makan kaca, memotong tubuh, dan berjalan di atas pecahan kaca. Untuk itu penari selalu didampingi oleh pawang yang bertanggung jawab atas mengawasi para penarinya yang kesurupan agar tidak terjadi hal-hal aneh.

7. Tarian Kethek Ogleng

Dalam bahasa Jawa, “kethek” berarti kera atau monyet, dan musik pengiring yang berbunyi seperti “oglengogleng” akhirnya disebut tari kethek ogleng. Sesuai dengan namanya, tarian ini menceritakan bahwa kera putih, titisan Radengununsari atau Pandiasmarabangung, berusaha mengelabui penduduk untuk menemukan Dewi sekartaji, yang diam-diam meninggalkan keraton.

Gerak-gerak yang dibawakan dalam tarian yang berasal dari Wonogiri ini didominasi oleh gerak gesit sekelompok kera yang mempesona, antusias, dan bergantung pada kekompakan dan kelincahan. Semua pakaian yang dikenakan para penari berwarna putih dan memiliki hiasan kepala unik yang menyerupai mulut monyet.

Tarian tradisional ini diiringi oleh alat musik tabuh tradisional, gamelan Jawa, dan lagu-lagu kerakyatan. Tarian ini terus berkembang dan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada tahun 2018.

8. Tari Lengger

Tarian Lengger asal-muasalnya dari Wonosobo, Jawa Tengah. Kata Lengger diambil dari kata “elingngger”. Artinya manusia harus selalu mengingat nasehat untuk menjaga kebenaran dan menjauhi kejahatan. Dibawakan oleh dua penari pria dan wanita, tarian ini menceritakan Dewi Sukarno Kirana yang diganggu oleh raksasa jahat setelah berusaha mencari suaminya.

Tari lengger sangat kaya akan budaya jawa dari segi musik pengiringnya yaitu pakaian angklung dan penari di jawa. Lebih tepatnya, penari wanita memakai pakaian adat Jawa berupa kenben, selendang dan beberapa aksesoris lainnya, sedangkan penari pria memakai topeng sebagai gambaran raksasa jahat.

9. Tari Rejang

Tarian rejang adalah tarian tradisional Bali yang digunakan untuk menyambut para dewa yang telah mendarat di tanah. Tarian ini, diiringi lantunan gamelan Bali, konon sudah ada sebelum agama Hindu dan berlanjut hingga saat ini.

Tari Rejang diyakini sebagai tarian sakral yang mengandung nilai-nilai spiritual dan pengabdian, sehingga hanya ditampilkan pada ritual adat dan acara keagamaan tertentu, terutama pada masyarakat Hindu. Sejauh ini, Tari Rejang telah dipentaskan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun sekali di beberapa bagian Bali.

10. Tari Srimpi Sangupati

Tari Sarimpi sangupati pada awalnya merupakan tarian sakral yang hanya dipertunjukkan di keraton Surakarta, namun kemudian berubah fungsi karena memperlakukan masyarakat secara sewenang-wenang pada masa penjajahan Belanda dan memaksa keraton Surakarta untuk merebut tanah. Dalam perundingan antara Keraton Surakarta dengan pemerintah Belanda, ditampilkan tarian srimpi sangupati untuk menyambut kedatangan Belanda yang hadir.

Kata Sangapati sendiri berasal dari istilah Apati atau penerus raja, yang merujuk pada daerah jajahan Belanda yang dijajah saat itu. Tarian srimpi sangupati berbicara tentang perlawanan masyarakat terhadap Belanda dan menggunakan senjata api serta Inam Jerek sebagai properti tarinya.

Akhir Kata
Itulah beberapa penjelasan tentang tari tradisional klasik Indonesia yang patut kita banggakan. Walaupun Pada dasarnya, tari tari tradisional klasik tidak hanya berperan sebagai hiburan dan ekspresi diri yang terlihat oleh masyarakat umum, tetapi juga merupakan bagian dari ritual, kepercayaan, adat istiadat setempat dan harus kita jaga dan lestarikan dari nenek moyang kita sebagai warisan budayanya.